Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Menghisap Energi gradasi Biru Karimun Jawa (Part 3 - habis)

Malam itu, kami akan menuntaskan janji kami malam sebelumnya yaitu pesta cumi bakar! Para cewek yang sudah cantik dan wangi serta para cowok yang entah kenapa selalu saja terlihat tampan (yang ini serius) segera melangkah keluar menuju alun-alun. Dan ketika sampai di alun-alun yang saat itu tumpah ruah oleh wisatawan, kami langsung menuju spot tempat jualan cumi bakar dan memesan 3 ekor cumi seharga Rp. 25000,- per ekornya. Cukup terjangkau harganya di resort wisata seperti ini. Aku dan Vina mencari tikar untuk duduk tapi tak ketemu, justru Bimo yang menemukannya. Segera kami duduk dan memesan minuman softdrink. 

Asyik memang bisa berkumpul melingkar seperti ini di tikar dan alam terbuka ditemani suara hingar bingar gerombolan turis lain. Mungkin di tempat asalnya sana, para turis ini biasa makan di mall, di gedung-gedung yang full AC nan bersih, atau di resto-resto kelas atas dengan harga menu yang bombastis dengan memakai pakaian resmi seperti jas, kemeja dan gaun, bersepatu necis, memakai make-up setebal 5 cm. Namun disini, semua sama, semua setara, tak risih berselonjoran di atas tikar sederhana, berbaju casual dan bermake-up seperlunya. Tak malu makan satu piring beramai-ramai menggunakan tangan tanpa sendok. Hanya ada kerahatan yang secara kasat mata telah membungkus rapi kebersamaan kita. 

Pesanan kami datang setelah 60 menit berlalu dengan penuh arti. Memang lama pesanan datang, tapi kami maklum melihat betapa ramainya penikmat kuliner primadona ini. Lagipula, selama menunggu kami juga bercerita seru sekali hingga tak terasa sudah satu jam terlewati. Tiga ekor cumi ukuran sedang yang telah dipotong dadu tersajikan dalam dua piring berbahan plastik. Sedangkan taburan saus kecap diatasnya menambah cantik sajian tersebut. Perpaduan dua hal itu pecah di dalam mulut kami. Kelezatan kuliner ini telah menjawab pertanyaanku kenapa yang seperti ini “saja” mampu menjadi hidangan primadona para wisatawan di pulau ini. Kolesterol? Ah, lupakan, mumpung disini, besok kalau pulang ke kota kan juga banyak rumah sakit. So, just eat everything with no worry!

Ketika perut sudah semakin menggelembung diiringi dengan kelopak mata yang semakin berat dan dibumbui dengan badan yang sejatinya membutuhkan tukang pijat, kami segera memutuskan untuk pulang ke penginapan. Dijalan sesekali kami berhenti di toko cinderamata sekedar untuk melihat-lihat.  Dengan sempoyonngan akhirnya berhasil juga kami sampai di rumah. Segera aku masuk kamar dan rebahan. Entah secara random, pikiranku melantunkan kidung dari Bang Rhoma lagi yang berjudul “malam terakhir”. Malam ini memang malam terakhir bagi kami berada di sini.

                                                     ************

Hari ke-4. Senin, 15 oktober 2013

Kami berencana untuk pulang ke kota masing-masing hari ini, mengejar bus sore ini juga mengingat besok adalah hari raya idul adha sekian hijriah. Untuk pemberangkatan bus sendiri paling terakhir adalah bus Muji Jaya sekitar ba’dha mahgrib. Dan Kapal Bahari Express yang akan mengangkut kami dijadwalkan tiba di dermaga Karimunjawa pukul 2 siang. Itulah yang menyebabkan jalan-jalan hari ini sebisa mungkin selesai saat dhuhur tiba. Sedangkan tempat yang bakal kami kunjungi hari ini adalah spot snorkeling di perairan pulau Menjangan Kecil kemudian mampir sejenak di sebuah pantai di pulau yang tak kuketahui namanya dan terakhir kami akan mengunjung penangkaran hiu di pulau Menjangan Besar yang terletak di seberang pulau Karimunjawa. 

Pagi ini kami memulai jalan-jalan lebih pagi dari hari kemarin, sekitar pukul 7 pagi kami sudah harus siap dijemput L300. Sehabis sarapan, mobil tersebut menjemput kami dan segera kami melanjutkan acara liburan ini. Menaiki perahu motor yang sama dengan yang dinaiki kemarin, kami mulai mengarungi samudera biru diiringi dengan udara pagi yang masih segar. Aku merasa sungguh bersemangat, energiku meluap-luap entah karena apa, dan aku juga sangat berbunga-bunga. Sinar ultraviolet dari matahari tak begitu terik namun tetap saja banyak yang mengoleskan tabir surya di sekujur tubuhnya. Tidak bagiku, aku jarang menggunakan benda itu. Bukan bermaksud sombong kalau kulitku tahan banting (padahal nggak juga), tapi aku hanya malas saja memakainya.

Tak terasa kami hampir sampai di spot yang dimaksud. Pemandangan yang kulihat lagi-lagi pantai yang jernih hingga karang dan ikan terlihat seperti di aquarium raksasa. Dan kuyakin ini adalah spot terbaik dari tiga spot yang kukunjungi sejak kemarin. Kupakai segala asesoris snorkeling dan seketika kucumbui air asin itu. Segar sekali rasanya, segenap keindahan taman laut itu membuatku takjub akan Tuhan. Aku tak bisa membayangkan lagi bagaimana rupa kecantikan terumbu karang di Indonesia timur sana, seperti di Morotai, Bunaken, atau Raja Ampat. Aku bertekad suatu saat aku tak cuma berenang di permukaan saja tapi aku ingin lebih, aku ingin menyelam di kedalaman, bercumbu sedekat mungkin dengan kemisteriusan para penguasa laut dan kroni-kroninya. Semakin kedalam aku akan semakin menghargai bahwa keindahan apa lagi yang musti aku dustakan? Dan kecintaanku terhadap laut beserta isi-isinya sudah tak bisa diragukan lagi. Walaupun seseorang bilang bahwa hati dan perasaan itu sangat mudah berubah-ubah tapi tak akan pernah berlaku untuk rasa cintaku terhadap keindahan laut. 

Teman-temanku berenang sendiri-sendiri menikmati keindahan ini, sepertinya mereka tak mau diganggu. Akupun sama. Begitu juga kemeriahan grup lainnya. Sekitar enam perahu yang menambatkan jangkar kecilnya di spot ini yang berisikan penuh wisatawan. Aku yakin semuanya 100% sedang berbahagia. 

Aku dan terumbu karang perairan menjangan kecil

Hai para cewek seantero Jakarta! Dapat salam dari Bimo!

Ini Merry. Bagaimana? Cantik kan? (Bukan orangnya lho ya)

Habis diapain nih Vina? hahaha..


Lina dengan hijaunya air laut

Kami berenang hingga puas dan capek. Tak seperti biasanya, kali ini kami semua mentas dari air tanpa disuruh-suruh. Dan para ABK segera melepaskan tambatan perahu untuk menuju spot berikutnya yaitu pantai sebuah pulau kecil.  Untuk menuju ke tempat tersebut cukup cepat, sekitar 15 menit saja kami perahu sudah sampai. Pantai di sini mirip dengan pantai di pulau Cemara besar. Hamparan putih dikelilingi oleh kecemerlangan air yang birunya mendayu-dayu. Di sini kami berlima juga grup lainnya sibuk berfoto-foto. Pose berfotonya masih standar, yaitu loncat-loncat dan tiduran di pasir. Dengan baju basah kuyup yang memperjelas lekuk-lekuk tubuh, kami tak canggung untuk berekspresi.

Levitation!

Tak lama kami di situ, kemudian kami bergegas menuju penangkaran hiu. Di penangkaran hiu ini kami bisa turun langsung di kolam tempat menangkar. Jangan berpikir kalau hiu disini besar-besar seperti di film jaws. Hiu disini masih kecil-kecil, kira-kira seukuran paha orang dewasa. Aku tak begitu mengerti ini jenis hiu apa. Bagi perempuan yang sedang dilanda pendarahan rutin memang tidak diperbolehkan untuk turun ke kolam karena pasti akan menjadi sasaran empuk bagi hiu kecil ini. Untuk turun sendiri kami diwajibkan membayar Rp 15000,- dengan durasi waktu unlimited. 

Aku lantas turun ke kolam bersama Bimo, Mery, dan Vina. Lina tak ikut turun karena alas an yang telah kusebutkan tadi. Air kolamnya dangkal, selutut ku kira-kira. Hiu berwarna abu-abu suka bergerombol di satu sudut kolam membuat kami penasaran ingin mendekat. Bagus memang bentuk tubuh hiu ini, proporsional, sirip dan ekornya membuatnya tampak gagah tapi misterius. Perasaan ngeri masih ada di benak kami, takut kalau-kalau hiu ini berubah pikiran kemudian menyerang kami secara tiba-tiba. Tewaslah kami. Sebenarnya aku masih penasaran kenapa kok mereka tak menyerang manusia yang begitu dekat keberadaanya. Padahal naluri binatang ini kan pemakan daging a.k.a hewan karnivora. Hiu juga mampu mencium darah hingga radius tertentu. Apakah mungkin hewan di tempat penangkaran ini sudah didoktrin untuk menjalani hidup sehat dengan tak memakan daging? Ataukah hiu disini pernah diberi harapan palsu oleh manusia kemudian mereka jadi membenci daging kami? Sayangnya aku lupa menanyakan pertanyaan besar ini ke penangkarnya. 

Tak akan pernah berhenti narsis meskipun malaikat maut sedang mengelilingi kami

Ku lihat letak matahari telah berada tepat diatas kepala yang mengindikasikan hari telah beranjak siang. Kami harus segera pulang agar tak ketinggalan kapal feri. Di sisi lain, ini adalah akhir dari rangkaian jalan-jalan ku dan kawan-kawan baruku di pulau cantik ini. Perahu melaju bersama kepuasan kami semua, menuju dermaga kecil Karimunjawa.

                                                ******************

Ketika kami sedang berjalan-jalan sembari mencari cindera mata khas kepulauan ini tiba-tiba Bimo ditelpon oleh Lina yang tak ikut berjalan-jalan. Dia mengabarkan kalau L300 telah menjemput kami di penginapan karena kapal Bahari sudah berlabuh di dermaga. Langkah seribu kami lakukan agar cepat sampai rumah. Kami tak ingin konyol ketinggalan kapal ke Jepara itu. Untung barang bawaan kami telah siap terpacking. Dan ketika tiba di penginapan kami segera bergegas masuk mobil kemudian melaju ke dermaga. 

Dermaga telah penuh orang mengantre. Di trip pulang ke Jepara, kami mendapat tiket kelas Eksekutif. Kuamati ruangan yang menggambarkan strata sosial tertinggi ini. Tak jauh beda dengan kelas umum yang kunaiki saat berangkat ke Karimun. Yang beda hanyalah tempat duduk yang hanya 3 seat dalam satu baris, dan juga disini terdapat fasilitas karaoke. Selebihnya tak ada yang signifikan. Disepanjang perjalanan selama 2 jam ini kami hanya tertidur pulas karena kecapekan. Masing-masing memakai headset dengan mendengarkan musik terbaik mereka.

Pukul 5 sore aku dan teman-temanku tiba di pelabuhan Kartini Jepara. Mas Agus, yang diawal telah kuceritakan tokoh ini, telah menunggui kami di pelabuhan ini. Becak bertenaga nasi kemudian mengangkut kami sampai ke masjid di sudut terminal Jepara. Mas Agus memberi tahu bahwa bus yang tersisa hanya tinggal Muji jaya dan 4 buah tiket telah dipegangnya. 

“Mas ini ada empat tiket muji jaya. Kemarin kan mas udah dp masing-masing limapuluh ribu, nhah setelah saya tanya harganya ke agen muji jaya, ternyata naik mas soalnya kan besok lebaran, dimana-mana juga naik harga tiketnya. Ini jadi dua ratus tiga puluh ribu.” Ujar Mas Agus menjelaskan.

Bimo yang merasa harganya terlalu melambung tinggi kemudian menawarnya, “nggak bisa kurang ya mas? Kan kita berempat.”

“Waduh nggak bisa mas, soalnya lebaran. Lagian yang mau tiket ini banyak mas. Gimana nih? Kalo nggak jadi gpp kok mas. Uang dp saya kembalikan, ini ntar tiket saya tawarin lagi ke penumpang lain.”

“Ya udah mas nggak papa, daripada kita nggak pulang”. Saat itu memang hampir gelap dan tinggal dua bus lagi yang teronggok di terminal. Maka dari itu Bimo memutuskan untuk mengambil tiket itu.

Bus kramatdjati tujuan Bandung yang harusnya aku naiki ternyata sudah berangkat sejak pukul 4 tadi. Namun akhirnya aku dicarikan bus tujuan Jakarta yang ternyata bus muji jaya juga. Aku menambah tujupuluh ribu agar aku bisa ikut bus yang tak kalah bagus dengan bus yang Bimo naiki. Setelah kutanya mas penumpang lain, ternyata harga tiketnya hanya Rp. 170000,- saja jika sampai Jakarta. Beda jauh dengan tiket Bimo padahal sama-sama bus Muji jaya, sama-sama AC dan tujuan Jakarta. Kecurigaanku benar kalau Mas Agus ini tak beda jauh dengan calo pada umumnya. Tapi tak apalah, itung-itung beramal. 

Mereka berempat pulang, begitu juga aku. Dan selesailah liburan menyenangkan kami. Mungkin perjalanan ini punya kesan tertentu bagi mereka masing-masing. Mungkin suatu saat mereka akan kembali ke pulau ini dengan orang terkasih atau mungkin tak ada kata kembali bagi tempat yang sudah dikunjungi. Bagiku sendiri, perjalanan liburan ini selain mampu menyegarkan pikiran juga menjadi ruang-ruang belajar gratis. Maksudnya, dengan melihat keindahan alam sana, aku semakin merasa tak ada apa-apanya di hadapan Tuhan Yang Maha Indah. Aku cuma setetes air di tengah samudera. Dan harusnya aku selalu rendah hati mencintai alam kehidupan yang hanya sekelebat ini. Menghargai segenap kesederhanaan yang tak dibuat-buat. Dengan kesederhanaan inilah kebahagiaan akan terbit dengan sendirinya yang sekali lagi harus aku syukuri. Betapa pengalaman ini sangat berharga bagiku!

                                                ********************

Kuketok pintu berkali-kali, tak ada satupun yang menyaut. Aku maklum karena ini sudah pukul 10 malam. Kuyakin mereka telah pulas. Namun tak berapa lama kemudian suara wanita paruh baya terdengar dari dalam dan berkata “sek..sek…tak golek kunci sek”. Dari suara yang sangat kukenal, dia adalah ibuku. Beliau kemudian membukakan pintu, menyuruhku masuk, membuatkanku teh hangat, dan menanyaiku macam-macam bak seorang penyidik. Ya begitulah ibuku ke anak-anaknya.
Ditengah hening malam, Kunyalakan ruang tamu, kubuka bucket listku dan aku bahagia bisa mencoret satu listku lagi. Puluhan list lain masih menunggu untuk kucoreti! :)

Selesai.

Cast


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Menghisap Energi Gradasi Biru Karimun Jawa (Part 2)

“Mbak, minta list menunya ya saya bawa ke meja”, Ucap Bimo.

“Oiya silahkan mas, ini pulpennya ya mas”.

“Mbak, kafenya tutup jam berapa sih?”

“Jam 10 mas tutupnya, biasanya sih jam setengah sebelas, tapi karena pengen ikut dangdutan disitu jadi ya Cuma sampe jam 10 aja.. hehehe”. Ujar waiter dengan polos tak berdosa.

Aku dan Bimo tak bisa berkata-kata terdiam seribu bahasa mendengar ada sebuah kafe tutup jam 10 malam padahal ini terletak di lokasi resort terkenal apalagi ditutup lebih cepat gara-gara hanya ingin menonton orkes dangdut dan secara terang-terangan memberitahukannya di depan wajah para pengunjung kafe sepeti kami yang lebih suka mendengar tilawah Qur’an ketimbang begajulan ndak jelas. Dari sekelumit percakapan ini, aku menyimpulkan tiga hipotesa. Yang pertama bahwa orkes dangdut mungkin adalah hiburan utama yang dianggap sebagai the most wanted entertainment di pulau ini. Yang kedua, karena merupakan hiburan yang paling diinginkan maka menonton dangdut mungkin lebih penting daripada kehidupan asmaranya sendiri. Dan yang ketiga, Pemilik kafe ini mungkin adalah seorang pak haji sehingga kafe hanya buka sampai pukul 10 malam saja karena jika buka hingga dini hari tentu tidak syari’I dan ditakutkan menimbulkan hal-hal yang dilarang oleh Bang Haji Rhoma Irama seperti begadang yang tiada artinya, menenggak minuman keras miras apapun namanya, melakukan zina karena apapun yang enak-enak banyak yang dilarang-larang. What a cafĂ©!! 

Setelah kulihat jam tanganku ternyata sudah menunjukkan pukul 20.30 WIB dan berarti kami hanya punya waktu 1,5 jam untuk menikmati suasana kafe dan laut ini. Tak apalah, walau sekelebat tapi tetap bisa merasakan sensasinya. Pesanan yang telah kami order sebelumnya telah datang. Bimo dan Lina memesan sebuah minuman berbau aneh yang mereka minum berdua. Merry memesan minuman yang tercampur dengan buah-buahan. Aku dan Vina memesan minuman mengandung soda. Kami menikmati malam itu dengan obrolan ngalor-ngidul tentang keluarga, sahabat, kerjaan kantor, tempat wisata yang pernah dikunjungi, sedikit tentang asmara, dan tentunya tentang suasana malam itu sendiri. Kami tertawa lepas merayakan apa saja yang bisa dirayakan saat itu. Sesekali aku melihat obrolan di grup Whatsapp untuk mengetahui jalannya pertandingan antara Indonesia U19 melawan Korea Selatan U19. Setelah waktu habis karena kafe akan ditutup, kamipun beranjak pulang. Aku agak terburu-buru untuk sampai penginapan berharap pertandingan yang disiarkan salah satu TV swasta belum usai.

Rumah penginapan kami ternyata telah penuh dengan kemeriahan Mas Tobing, dan kawan-kawannya sesama pengelola agen travel serta penghuni 3 kamar lain. Mereka semua berada di ruang tengah yang merupakan ruang utama di penginapan kami sambil bersorak mendukung tim Indonesia U19 yang ditayangkan lewat layar kaca. Kami yang baru datang langsung ikut bergabung dengan hingar bingar itu dan ternyata Indonesia unggul 3 – 2 atas negeri Kpop. Aku sangat tak percaya sekaligus terharu melihat adik-adik punggawa timnas (adik-adik? Baru nyadar udah tua ternyata!) mampu menunjukkan permainan secantik itu, semempesona itu. Bahkan juara piala usia U19 12 kali sekaligus penyandang titel juara bertahan tersebut mampu didikte oleh permainan timnas kita. Evan Dimas pencetak hattrick dari permainan kaki ke kaki nan cantik tak seperti gol tim Korea yang tercetak dari setpiece bola-bola mati belaka.

Setelah acara selesai, kami beranjak masuk kekamar masing-masing untuk beristirahat. Dengan perasaan bahagia yang menghujamku tanpa ampun, akupun tertidur pulas berharap mimpi indah mendatangiku.

                                                            ***********

Hari ke-3. Minggu, 14 oktober 2013

Sang surya sudah cukup jauh meninggalkan garis cakrawala saat aku dan Bimo berencana keluar menikmati pantai. Aku dan Bimo curiga para cewek sudah pergi dahulu meninggalkan kami berdua karena tak terdengar suara apapun dari kamar sebelah. Setelah aku keluar dan mengecek sandalnya ternyata mereka bertiga masih di dalam kamar dan tertidur pulas sekali. Aku dan Bimo kemudian berjalan kearah kafe semalam dan memang benar pemandangan pantai cukup indah jika pagi hari. Bimo membawa kamera pocketnya yang water resistance dan kami tak menyia-nyiakan pemandangan ini berlalu begitu saja tanpa terekam. 

Setelah puas berfoto ria, aku dan Bimo kembali menuju penginapan dan setelah sampai apa yang terjadi? Ternyata mereka bertiga belum bangun juga, padahal sudah pukul 7 lebih. Kulihat di meja makan ruang tengah sarapan sudah tersajikan. Tak ingin dewa nagaku mengkudeta, kami berduapun menyantap sarapan pagi mendahului para cewek yang masih terombang-ambing di dunia limbo. Lalu mereka terbangun dari mimpi dan mulai mengais-ngais apapun yang mampu mengganjal perut. 

Waktu sudah menunjukkan pukul 8.30 pagi dan perjalanan menulusuri keindahan pantai juga taman laut seantero Karimunjawa akan segera dimulai. Mas Tobing semalam berkata bahwa jam segini mobil L300 akan menjemput kami dan mengantarkan ke dermaga kecil tempat perahu-perahu motor berlabuh. Dan benar saja, suara klakson sudah memanggil kami berlima untuk segera berangkat. Kami kemudian sampai di dermaga kecil. Dermaga ini tak sama dengan dermaga tempat kapal besar semacam kapal Bahari atau Muria berlabuh. Puluhan perahu-perahu motor ukuran sedang sudah siap untuk membawa wisatawan yang akan bertualang hari ini. Perahu yang kami tumpangi ternyata diisi oleh sekitar 15 orang termasuk kami. Setelah ini itu siap, kamipun berangkat berlayar menuju perairan pantai ujung gelam untuk bersnorkeling ria. 

Dermaga kecil tempat perahu motor bersandar

Aku sangat senang melihat pantai dan laut yang begitu memukau saat menaiki perahu motor. Pulau-pulau kecil yang entah apa namanya sangat indah dan mempesona. Terlihat pantai ujung gelam yang indah, pulau Menjangan kecil, pulau Gosong dan lain-lain yang tak puas jika dinikmati sekelebat saja. Sepanjang jalan menuju spot snorkeling memang karang dan taman laut lainnya sangat indah, dan kedalaman lautnya cukup dangkal hingga bisa di lihat dari atas perahu serta batu-batu karangnya juga ikan-ikan berwarna-warni nan cantik yang begitu menggoda kami. Aku tak pernah melihat keindahan ini setelah kecantikan lagoon cabe di seputaran taman nasional Krakatau tahun lalu.

Panorama gugusan kepulauan Karimun Jawa

Sampai juga di dekat spot snorkeling pertama. Kami semua mulai bersiap memakai perlengkapan snorkeling lengkap, seperti pelampung agar tetap mengambang di permukaan, masker untuk melindungi mata dari rasa pedih terkena air laut dan juga untuk memperjelas penglihatan saat melihat dasar laut, snorkel yang berbentuk seperti selang untuk bernafas menggunakan mulut, serta kaki katak untuk menambah daya dorong saat berenang di laut. Tak butuh waktu lama untuk memakai itu semua karena rata-rata dari kami sudah pernah melakukan snorkeling. Kamipun kemudian turun berenang ke air sesegara mungkin karena tak sabar lagi. Byurrrrr…

Bersiap turun ke laut

Lidahku ngilu merasakan air laut yang begitu asinnya melebihi masakan orang yang kebelet kawin sepertinya. Mataku, walaupun terlindung oleh masker tapi tetap saja masih ada yang air yang merembes masuk membuat pedih menusuk. Hidung pun juga tak ketinggalan kemasukan air laut. Hati bagaimana hati?? Tak usah ditanya! Namun semua hal tak mengenakkan itu terbayar kontan oleh keindangan bawah laut perairan Menjangan. Indah sekali batu karangnya, berwarna-warni walaupun ikan yang berseliweran bisa dihitung dengan jari. Aku tak henti-hentinya berenang kesana kemari menelusuri karang-karang cantik yang mungkin terbentuk sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu. Tuhan memang Maha Indah.

Everywhere we need to exist even on water sea

The beatiful one that amaze me successfully

Hampir satu jam aku memuaskan diri melihat karang bawah laut bersama keempat temanku dan rombongan lain yang seperahu. Kemudian guide kami menginstruksikan untuk menyudahi kegiatan snorkeling di perairan situ untuk melanjutkan perjalanan ke pulau Cemara kecil. Perjalanan membutuhkan waktu sekitar 20-30 menit. Lalu sampailah kami di pulau cemara kecil. 

Perjalanan menuju cemara kecil, terlihat gradasi biru air laut

Disekitar pulau terdapat pasir putih nan halus yang karena surut, pantai itu muncul kepermukaan. Pantai cukup sepi layaknya privat island seperti di film-film itu. Kami kemudian turun dari perahu dan saling berlarian kesana kemari seperti anak kecil yang baru mendapat mainan kesukaannya. Pantai putihnya sungguh lapang dan ber-backgorund pegunungan pulau Karimunjawa. Air di pinggir pantai sangat jernih membuat kami ingin memainkan gemerciknya. Kami berfoto ria disini, saling bergantian berfoto sambil loncat atau istilah fotografinya Levitasi. Ada yang foto nggelosor di pasir, ada. Ada yang foto sambil bertapa, ada. Ada yang bahkan mati gaya mau foto seperti apa, ada.

Terlihat kulit kami mulai eksotis

Kami berlima merasa kepanasan kemudian berjalan menuju pantai yang lebih teduh dengan rimbunan pohon cemara. Oiya, pulau ini dinamakan pulau cemara karena memang di pulau kecil ini banyak tumbuh pohon cemara walaupun tak ditemukan satupun burung kutilang yang bernyanyi. (ndagel mas?). Guide kami ternyata menyediakan makan siang dalam bentuk bebakaran ikan yang tentunya dibakar di pulau ini supaya trip ini tambah berwarna. Ikan mentah, nasi hangat, saus kecap, dan tetek bengek lainnya telah dibawa dari Pulau Karimunjawa. Bahkan disini kami tinggal menunggui ikannya matang saja karena para guide sangat berbaik hati untuk mengurusi bebakaran ikan yang lumayan repot itu.

Berjalan menuju cemara kecil

Disela-sela menunggui ikan yang sedang dibakar, kami berlima bercerita ini itu. Namun karena didominasi oleh karyawan sebuah perusahaan operator jalan tol maka yang jadi bahan obrolanpun seputaran kisah-kisah mereka – Bimo, Mery, Lina – dikantor. Mereka bercerita tentang kelucuan dan tingkah-tingkah nyeleneh saat berlangsungnya pendidikan dan perploncoan selama sebulan penuh oleh kopassus Republik Indonesia. Aku tak henti-hentinya tertawa mendengarkan Lina bercerita tingkah menggelikan dia dan teman-temannya. Lucu yang apa adanya tanpa dibuat-buat. Lina ini jika sedang bercerita mengingatkanku akan mbak kandung tertuaku karena cara bercerita dan tertawanya sungguh mirip. Sambil mendengarkan cerita aku membuat lubang hanya sekedar iseng belaka karena aku tak tahan kalau diam saja. Ternyata Merry juga membuat lubang dan atas tantangan Lina, kamipun membuat terowongan untuk menghubungkan kedua lubang pasir kami, notabene kami sebagai insinyur teknik sipil. Akhirnya, lubang kami bisa terhubung! nggak penting ya? Iya deh.

Mas guide memberi isyarat ke kami bahwa ikan sudah matang. Tak perlu bertele-tele, kami segera bergerak menuju arah tempat bebakaran, mengambil piring, mengambil nasi, ikan satu ekor kemudian mengambil saus kecap yang banyak lalu kami bawa ke tempat duduk tadi. Dan semuanya perlahan masuk ke mulut masing-masing. Piring dibuat bersih, makanan dibuat tak bersisa, kami makan dengan kesetanan. Dan ketika telah kenyang parah, ngantuk mulai mendera. Mas guide menerangkan kemana tujuan perahu ini berlabuh selanjutnya, yaitu snorkeling lagi di pulau gosong. Menurut penduduk Karimunjawa, pulau Gosong adalah pulau karang dan pasir yang akan terlihat saat gelombang laut mengalami pasang dan katanya disitu batu karangnya lumayan bagus. Kami mulai move on (ciee!! move on) dari pulau Cemara besar untuk kembali ke perahu. Motor penggerak perahu bertenaga diesel telah dinyalakan dan kepulan asap hitam keabu-abuannya mendarat dihidung awak penumpang.  Berangkatlah kami ke tujuan selanjutnya.

Tak butuh waktu lama ke lokasi yang dimaksud. Hanya sekitar 15-20 menit perahu sudah sampai. Saat itu waktu menunjukkan sekitar pukul 1 siang dengan kondisi cuaca yang cerah cemerlang, biru tanpa sebutirpun awan. Bisa dibayangkan sendiri betapa panasnya disana. Untunglah deru angin laut sedikit menyapu energi panas matahari sehingga kulit kami tak terasa terbakar walaupun menghitam takkan mungkin bisa dihindari.

Pulau gosong, terlihat jelas jika surut

Batu karang bawah laut dan sejuta ikan warna-warni yang cantik mampu dilihat dari atas perahu karena jernihnya air dan dasar laut yang cukup dangkal. Gradasi perubahan warna biru yang berangsur-angsur dari biru tua ke biru muda (cyan) sangat kentara dan mengingatkanku akan masa kecilku yang pernah mewarnai gambar pantai menggunakan crayon dengan sistem gradasi. Sangat cantik dan menawan. Kami pasang lagi persenjataan snorkeling yang telah kami lepas tadi. Dan byurrrr…

Para cewek yang tak pernah berhenti eksis dimanapun, kapanpun. (termasuk aku jg ding)

Remah-remah roti dari sisa jajanan yang dibawa para penumpang perahu ditabur-taburkan ke air laut. Tak pelak ikan-ikan kecil warna-warni berduyun-duyun mengerubungi arah jatuhnya remah itu dan menghabiskannya tanpa ampun. Pemandangan ini sontak membuat hati kami gembira dan senang. Kami jatuhkan lagi remah roti, begitu berulang-ulang. Tapi aku paling gemar berlama-lama dan menyendiri untuk melihat cadasnya karang berbalut dengan keindahan warna warninya. Para penumpang lain biasanya bergerombol dalam satu area saat snorkeling padahal begitu luasanya lokasi yang bisa dieskplor. Mungkin karena mereka berebut ingin difoto dalam air laut ber-backgorund ikan dan karang. Ya sangat naĂŻf memang kalau tak mau mengabadikan keindahan ini bersama diri kita tapi tetap saja tujuan utama dari wisata ini adalah melihat karang dan keragaman bawah laut. Bagiku, berfoto-foto adalah bonus yang aku raih tanpa mengurangi esensi dari berwisata atau ber-traveling sendiri.

Aku dan karang cantik

Bimo dan Ikan warna-warni

Kalau dari keindahan taman lautnya, ber-snorkling di perairan pulau Gosong menurutku lebih menyenangkan jika dibandingkan dengan ber-snorkeling di spot pertama tadi. Ini menurutku, namun selera orang kan berbeda-beda.
 
Sekitar satu jam lebih kami puas bermain dan bercanda juga berfoto ria dengan karang dan ikan-ikan ini dan kemudian guide menyuruh kami segera naik ke perahu untuk melanjutkan perjalanan lagi ke pantai Tanjung Gelam. Perjalanan ditempuh cukup cepat, sekitar 15 menit dan sampailah kami. Sepertinya memang semua pantai di gugusan kepulauan Karimunjawa tak ada satupun yang tak jernih dan berpasir putih, termasuk pantai Tanjung Gelam ini. Aku kemudian turun ke pantai bersama keempat temanku dan menuju warung-warung yang berderatan di tepian pantai. Warung sederhana dengan atap terbuat dari ijuk kelapa itu menjajakan aneka jajanan yang khas pantai, seperti misalnya kelapa muda asli dari pepohonan situ, juga gorengan yang masih fresh from the wajan. Kami duduk di sebuah warung yang tak ramai pengunjung lain dan segera memesan kelapa muda untuk memusnahkan dahaga kami dan sesekali memakan gorengan yang masih hangat. Untuk kawasan pantai Tanjung Gelam sendiri  masih termasuk di pulau utama Karimun jawa yang terletak di sisi timur pulau. 

Pantai Ujung Gelam

Kenyang, kami kemudian berinisiatif untuk kembali membakar kalori dari apa yang barusaja dimakan yaitu dengan berenang lagi. Karena dangkal, kami tak perlu memakai pelampung dan kaki katak walaupun masih memakai snorkel. Pokoknya hari ini kami sedang merasa menjadi mahluk amfibi yang hidup di dua dunia. Ternyata di pinggir pantai terdapat beberapa karang dan juga ikan juga. Si Vina yang belajar berenang telentang tapi tak bisa-bisa, Lina yang juga belajar cara menyelam yang baik dari Bimo, Merry yang tak banyak polah, aku sendiri berenang kesana-kemari melihat ikan bersembunyi di sela-sela karang hingga tak terasa senja mulai datang lagi.

Aku tak tahu sudah jam berapakah ini, tapi matahari yang semakin jatuh ke horizon menandakan malam akan segara tiba. Di perjalanan pulang ke dermaga, semua penumpang perahu seakan terbisu. Entah karena kecapekan setelah seharian memancarkan energi atau karena merenung menikmati senja di tengah biru samudera dan oranye langit sambil dihempaskan angin laut. Yang jelas, kami bersyukur dan bahagia atas hari ini.

Jika berkenan, mohon untuk melanjutkan membaca cerita ke part 3! (catper macam apa ini, sungguh bertele-tele!!)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Menghisap Energi Gradasi Biru Karimun Jawa (Part 1)

Hari ke-1. Jumat, 12 oktober 2013

Pikiranku melayang jauh ke pantai-pantai nan indah atau terumbu karang dan berbagai biota laut cantik ketika Seniorku menyuruh merevisi kerjaanku yang masih sedikit salah. Hari ini aku dan teman-teman memang berencana untuk berlibur ke kepulauan karimun jawa yang tersohor itu.

Sebenarnya rencana ini hanya untuk satu kalangan tertentu dari sebuah perusahaan yg diadakan oleh temanku, Bimo. Bimo mengajak teman sekantornya di sebuah BUMN operator jalan tol nasional. Namun ternyata beberapa temannya membatalkan secara mendadak karena alasan tertentu. Dan karena aku adalah teman yang baik, maka aku mau saja di ajak Bimo si pemilik tatapan penuh modus itu untuk menempati posisi yang kosong. Akhirnya total lima orang kamipun bisa berangkat dengan tenang.

Dan setelah setengah hari aku tak ada pekerjaan berarti karena tugas-tugas negara telah berhasil di selesaikan dengan cepat (dan akurat? Entahlah) akupun mulai mengumpulkan keberanian untuk minta ijin pulang cepat. Untunglah setiap jumat Ibu bos ku a.k.a kanjeng mami sudah libur, sehingga aku cuma minta ijin ke bawahannya yang juga atasanku. 

"Pak Luhut, saya mau minta ijin pulang cepet buat ngejer bis, mau pulang kampung soalnya pak", kataku sedikit mengelabui. 

"Oke, pulang ke pekalongan?"

"iya pak, bisnya jam 4 soalnya jadi harus sekarang dari sini", ujarku dengan rasa bersalah karena telah berbohong.

"oke, ati-ati ya. Salam buat keluarga dirumah"

"iya pak makasih ya, saya pulang dulu". Dalam hati ku, "oke nanti salamnya aku sampein ke nemo dan anak hiu di karimun sana"

Kukejar busway dan lanjut ke bus umum hingga kemudian sampai di lebak bulus. Langsung aku menuju ke loket bus nusantara untuk menukarkan nota bookingan yang telah kulunasi beberapa waktu sebelumnya dengan tiket bus sesungguhnya. Dan aku menunggu teman lain datang. 

Mereka kemudian datang berbondong-bondong bersama Bimo dengan membawa tas tak kurang dari dua. Si Merry dan Lina adalah teman sekantor Bimo yang punya hobi traveling cukup akut menurutku. Personil masih kurang satu, yaitu si Vina. Vina adalah kenalanku dan Bimo saat kami jalan-jalan ke green canyon Pangandaran sana. Dan dia mau saja di kelabui Bimo untuk ikut acara ini. Cih. 

Kami semua sudah masuk bus dan menempati posisi tempat duduk sesuai nomer yang tertera di tiket. Kemudian Vina datang masuk bus setelah dijemput Bimo di depan terminal. Dengan jaket jeans, juga celana jeans nya yg bernuansa gelap dia memilih duduk di dekat jendela, aku kebagian di sisi yang dekat dengan jalan lewat para penumpang. Sedangkan Bimo duduk bersama seorang pria antah berantah. Setelah kutanya tentang rumor yang santer terdengar di grup Whatsapp trip pangandaran, ternyata benar bahwa Vina kehilangan separuh jiwanya, yaitu Blackberry nya. Dia cerita ke aku kalau BB nya hilang di laci kantor dan mencurigai teman sekantornya yang telah mencuri BB nya. 

"terus sekarang pake HP apa?" ujarku sedikit kepo.

"Ini aku masih punya BB yg lama udah nggak dipake, mau aku isiin axis tp belum dipaketin paket BB. Duh, hidup tanpa BB sepi banget ya rasanya, kyk separuh jiwa tuh ilang! Huhu.. Biasanya bisa ngechat sana-sini sekarang nggak bisa!" celotehnya. Raut wajahnya saat itu jika diterjemahkan dalam emoticon maka akan bergambar seperti ini "T.T". Kami mengobrol hingga dia tertidur dan aku belum. Aku masih ber-chating ria dengan seseorang.

Bus malam Nusantara
Bus Nusantara yang kami tumpangi memutar film-film laga jaman aku masih lucu nan imut-imut. Brama kumbara, Laksmini, dan tentunya Mantili -yang sungguh cantik jelita dan khas sekali paras wajahnya- setia menghiasi malam kami yang terombang-ambing oleh ketidakrataan jalan. Dulu aku sesekali mendengar sandiwara di radio tentang mantili dan kawan-kawannya. Dan dari radio itulah aku menjadi cukup ngefans dengan tokoh mantili. Suatu tengah malam saat aku masih SD, aku pernah menonton film ini (padahal film ini kategori film dewasa krn bnyk adegan yg menggetarkan jiwa lelaki). Ketika aku melihat mantili, aku tercengang, terhentak akan kecantikan bak dewi kahyangan. Maka bertambah mengidolakan lagi lah aku. Wajahnya tak pernah terlupakan hingga aku menontonnya lagi sekarang. Memang ayu mbaknya itu! Duh duh mbak, kesehatanmu lho mbak.. Eh, anyway, ini kok jadi ngomongin mbak Mantili ya...hahahaha

Skrinsyut salah satu adegan Mantili


Hari ke-2. Sabtu, 13 oktober 2013

Fajar mulai menyingsing saat bus kami memasuki daerah kabupaten Demak Bintoro. Dan satu persatu dari kami mulai terbangun. Aku memainkan playlist-playlist andalanku yang bak ayat-ayat suci untuk menyambut pagi ceria ini. Apalagi ditambah ngemil snack goodtime nya Vina, lengkaplah sudah pagi bahagia ini. Bahagia itu sederhana memang.

Sekitar pukul 6.45 bus kami memasuki terminal jepara. Untuk pertama kalinya sepanjang hidupku menjejakkan kaki di kota tempat lahirnya pemikir wanita bernama Kartini. Toilet adalah apa yg ada dipikiran kami semua saat itu dan kemudian kami beristirahat dan bersih-bersih diri di masjid yang terletak di sudut terminal.

Di toilet kami bertemu dengan penjaga toilet yg cukup mengetahui seluk beluk trip ke karimun. Ada rombongan yang ketinggalan kapal  km muria yang berangkat pukul 8 pagi diakibatkan oleh kemacetan saat perjalanan menuju jepara. Kemudian, mas-mas penjaga toilet itu menawarkan kapal motor kecil berkapasitas maksimal 20 orang tentunya dengan biaya lebih. Mas agus namanya. Dia juga bisa mem-bookingkan tiket bus dari Jepara tujuan mana saja. Biasanya, Jadwal kapal dari pelabuhan Karimun ke Pelabuhan Kartini Jepara tidaklah pasti dan terkadang mengalami keterlambatan sekian jam, bahkan pernah sampai berhari-hari tak berlayar karena memang sangat dipengaruhi oleh cuaca, angin, dan tinggi gelombang. Itulah yang menyebabkan para turis yang sudah memesan tiket bus untuk kembali ke kotanya masing-masing sering hangusnya tiket bus yang telah dibelinya itu. Peluang inilah yang dimanfaatkan Mas Agus untuk menjual jasanya, mungkin dengan sedikit menakut-nakuti turis dan tak arang juga mengelabuinya. Ya tapi kami sebagai turis yang punya keterbatasan waktu tak bisa mengelak lagi untuk menggunakan jasanya walaupun sejatinya kami tahu Mas Agus sedang cari-cari keuntungan dari kami para wisatawan.

Tak mau ambil resiko kamipun akhirnya menggunakan jasa Mas Agus. Dengan membayar DP sebesar Rp. 50000,- seorang, kesepakatan terjadi diantara kami. “Ini nanti saya booking dulu aja tapi saya masih belum berani nentuin harga tiketnya berapa ya soalnya tau sendiri mas besok senin itu kan H-1 sebelum lebaran haji, jadi ya pasti naik lah harganya. Nanti mas-masnya pas udah naik kapal menuju kesini langsung telpon saya ya, biar segera saya bookingkan bus yang masih ada.” Kilah Mas Agus dengan medoknya.

“Oke Mas, nanti saya kabari lagi aja. Kalau Nusantara bisa nggak Mas?” Ujar Bimo yang sama-sama medok akut.

“Nusantara itu paling awal lho Mas dari sini, sekitar jam 4-an. Nhah kalau paling akhir itu bus Muji Jaya. Bagus juga kok Mas”

“Ya udah Mas, apa aja yang penting dapet bus bagus” pinta Bimo

Aku yang berencana pulang langsung ke rumahku di Batang lantas meminta ke Mas Agus, “Mas kalau saya Cuma turun di Pekalongan aja enaknya gimana ya? Kalau bus Cirebon gitu nggak ada?” tanyaku dengan medok juga tapi tak parah-parah amat.

“Nhah kalo sampeyan mending tak ikutin bus Kramatdjati yang tujuan ke Bandung aja, nanti harganya dari 125 ribu bisa jadi 100 ribu. Soalnya saya kan bekas supir kramatdjati, jadi masih kenal sama pengurus-pengurus dan sopirnya. Bisa lah saya urus.” 

“Oke lah Mas” jawabku. Aku jadi curiga dengan statement masnya yang bekas supir bus. “Apa bedanya ini sama calo, tapi ya sudah lah yang penting dapet bus” pikirku.

Setelah sepakat ini itu, kami mulai memikirkan untuk memberi makan dewa naga di perut kami. Di sudut terminal dekat pintu masuk terlihat warung gudeg yang sederhana. Kami kemudian makan disitu. Dengan biaya Rp 80000,- berlima, para naga sudah terpuaskan. 

Dari terminal Jepara ke pelabuhan Kartini kami menaiki taksi xenia hitam yang sedang ngetem dengan biaya Rp. 10000,- per-orangnya. Sebenarnya tak terlalu jauh, perjalanan ditempuh kurang lebih 10 menit. Kami sampai di pelabuhan sekitar pukul 10. Pelabuhan masih terlihat lengang, kursi-kursi masih banyak yang belum ditempati. Loket pembelian tiketpun tak ada yang buka karena menurut info memang jika tiket telah habis, loketpun tak akan buka. Beberapa wisatawan ada yang kecele ingin membeli tiket kapal tapi tiket telah ludes terjual. Maklum lah karena sekarang ini sedang peak season. Aku kemudian berpikir kalau di sana pastilah ramai sekali penuh wisatawan.

Agen Travel yang kami pakai memang cukup eksklusif servisnya. Terlihat dari tiket kapal yang kami pegang. Tiket Kapal Bahari Express menurut prediksi ngasalku berharga hampir seratus ribu. Kapal Bahari yang milik swasta ini hanya butuh waktu sekitar 2 jam sekali perjalanan. Bandingkan dengan KM Muria yang dikelola pemerintah setempat, butuh waktu kurang lebih 6 jam hanya untuk sekali  jalan. Sungguh perbedaan yang sangat mencolok. Harga tiketnya juga jauh berbeda pastinya, yaitu sekitar limapuluh ribu.

Kapal Bahari ini di jadwalnya akan berangkat pukul 2 siang dari pelabuhan Kartini. Namun setelah kami tunggu lama hingga mati gaya, baru pukul 2.30 gerbang masuk dibuka. Kami beserta penumpang lain mengantri dengan tertib untuk masuk. Dua petugas berdiri dihadapan kami. Yang satu bertugas mengecek tiket yang satunya lagi hanya mengawasi dari samping. Tiket kemudian disobek separo dan kami diperbolehkan masuk kapal. Kapal dari luar berwarna putih. Namun saat masuk ke dalam warnanya bukan putih melainkan didominasi warna merah. Bangku yang empuk dan nyaman telah siap untuk kami duduki. Setiap baris berjumlah empat kursi dan kami duduk dibaris paling depan tepat didepan AC ruangan. AC menyala sangat dingin. Kami yang tadinya kepanasan kemudian menggigil tak tentu arah. Seolah-olah kami sedang berlayar menuju kutub selatan. Bahkan bule-bule yang seharusnya terbiasa dengan udara dinginpun tak kuat untuk tak memakai jaket dan sarung. Menurut penerawanganku, kapal ini diisi oleh 300-400 penumpang. 

                                             ***************

Senja memanggil-manggil kami di halaman pulau karimunjawa. Kesan pertamaku saat memasuki dermaga adalah sangat bersih dan airnya jernih. Selama 24 tahun hidup di pesisir utara pulau Jawa, baru kali inilah aku melihat dermaga sebersih ini, air yang jernihnya bak kaca. Bahkan saat kami mulai turun ke dermaga, aku melihat banyak bule memakai bikini –yang tentunya astoghfirullah banget- bertebaran di perairan dermaga. Senja dengan pesonanya menambah indah apa yang kami lihat disini. Ah, cantik nian pulau ini!

Suasana Dermaga Karimun Jawa yang Begitu Dramatis
 
Dari sebelum naik kapal, kami sudah diwanti-wanti oleh pengurus agen travel yang kami pakai yang bernama Mas Ringgo untuk menemui orang yang bernama Mas Tobing sesaat setelah sampai di pulau Karimunjawa. Mas Tobing ini adalah pengurus agen trevel wisatakita.com yang karena testimonial positif dari para pengguna sebelumnya akhirnya mempengaruhi Bimo untuk memakai agen ini juga. Mas Tobing menyambut kami di dermaga dan menuntun kami untuk masuk ke sebuah minibus L300 khusus untuk membawa kami menuju losmen, homestay, atau hotel masing-masing. Di jalan, aku melihat kondisi perkampungan di pulau ini. Permukiman memang sudah mulai padat layaknya kampung-kampung pada umumnya di pulau jawa. Masyarakat sekitar pun banyak bertebaran di jalanan untuk berinteraksi satu sama lain. Listrik di sini menyala pada jam-jam tertentu saja, yaitu pukul 6 petang hingga 6 pagi setiap harinya. Background kecamatan karimunjawa adalah sebuah pegunungan nan hijau yang menurutku masih jarang dijamah dan sangat berpotensi untuk dijadikan alternatif wisata baru di Karimunjawa.

Kondisi Kampung Disana
Menurut cerita temanku, dulu saat ia backpackeran ke karimun sekitar tahun 2009, kondisi permukiman memang masih cukup sepi. Losmen atau penginapan masih sedikit yang menyebabkan ia dan teman-temannya menginap beberapa hari di rumah penduduk setempat. Agen tour and travel wisata tak seramai sekarang. Di tahun 2013 ini, Karimunjawa sudah memperbaiki segala insfrastrutur untuk menunjang komoditi wisatanya sebagai pemasukan utama pemda dan juga penduduk setempat. Losmen dan sejenisnya mulai bermunculan bak jamur di musim hujan. Dermaga masih dalam tahap pelebaran. Kafe, ruko penjual cinderamata, warung kuliner sudah mulai banyak. Alun-alun yang jika malam akan ramai oleh wisatawan pun sekarang telah dilengkapi dengan wi-fi. Oiya, mobil-mobil L300 juga banyak berseliweran untuk menjemput turis ke lokasi wisata tujuan. Sesekali bule-bule atau turis lokal melangkahkan kakinya dijalanan kampung hanya untuk menikmati suasana pagi atau sore.

Aku dan teman-temanku diantar hingga tepat di depan penginapan. Rumah penginapan masih baru selesai dibangun terlihat dari cat yang masih baru dan beberapa bagian rumah yang masih dalam tahap finishing. Dalam satu rumah tersebut terdapat 5 kamar. Kami kemudian menempati 2 kamar belakang. Kamar cukup luas, dengan fasilitas 1 tempat tidur busa ukuran king tanpa dipan dan satu fan, tanpa kamar mandi dalam. Overall penginapan yang kami tempati memang bagus dan nyaman. Untuk masalah listrik yang hanya nyala 12 jam kami tak terlalu risau. Barang-barang yang kami bawa mulai kami tempatkan didalam kamar dan kemudian kami melakukan bersih-bersih badan, sholat, dan tetek bengek lainnya. Aku dan Bimo menempati satu kamar, dan yang lain, – Vina, Lina, Merry – juga menempati satu kamar persis di samping kamarku. 

Penginapan kami
Saat matahari mulai menghilang dan berganti bulan bintang yang beredar di gelap malam, Mas tobing datang memberitahu kami bahwa makan malam tak disediakan di penginapan ini tapi harus datang ke sebuah warung dekat alun-alun. Kami mengiyakan saja dan bersiap-siap untuk menuju kesana dengan dijemput L300 sebagai bagian dari fasilitas trip. Kami ber-lima yang sudah cantik dan ganteng rupawan akhirnya dijemput dan dibawa ke warung yang dimaksud. Warung sederhana dengan lauk yang juga sederhana dan bahkan sudah sisa sedikit saja lauk yang ada. Sebenarnya, Kami yang tadi sore sudah menyantap makanan yang disediakan oleh ibu-ibu pemilik penginapan agak kurang selera untuk makan malam. Jadi, kami hanya mengambil nasi super sedikit, disirami dengan kuah seadanya dan mengambil lauk seperlunya. Tak perlu kenyang, yang penting terisi. 

Rencana kami selanjutnya setelah santap malam adalah jalan-jalan ke alun-alun kemudian menyusuri jalan di perkampungan karimunjawa ini. Tanpa ba-bi-bu kami meninggalkan warung dan berjalan ke arah alun-alun yang tak terlalu jauh jaraknya. Seperti yang kukatakan sebelumnya kalau alun-alun Karimunjawa akan ramai ketika malam tiba. Sepertinya semua wisatawan baik asing maupun domestik sudah melakukan kesepakatan terselubung untuk membanjiri area alun-alun ini. Banyak kuliner yang dijajakan, seperti ikan bakar, cumi bakar dengan saus kecap, aneka minuman, dan berbagai hidangan seafood lainnya. Yang menjadi primadona wisatawan tentu saja si cumi bakar saos kecap yang kelezatannya akan mengalahkan ketakutakan terhadap kolesterol jahat yang terkandung didalamnya. Tak Cuma kuliner yang ada, cinderamata seperti kaos, pernak pernik, dan lain-lain juga ikut digelar di seputaran alun-alun. Hamparan rumput alun-alun dan tikar menjadi landasan tempat duduk para turis yang sedang menyantap kuliner khas Karimunjawa. Beberapa ada yang tak makan, hanya ingin duduk berlesehan saja bersama teman-teman terbaik menumpang merasakan kesederhanaan yang tak dibuat-buat. Semua dalam hingar-bingar yang serupa dibawah kaki langit pulau cantik ini. Dan kami termasuk didalamnya.

“Wah, cumiiiiiiiiiiii!!! Ayo beli!! Ayo kita santap!!”, teriak Merry histeris.

“Udah besok aja Mer, masih kenyang banget soalnya, besok kan nggak ada acara malem-malem”, tolak Lina. 

“Iya besok aja sih Mer, sekarang kita jalan-jalan aja, atau nongkrong aja di kafe amore. Kata Mas Tobing bagus kok kafenya”, ujar Bimo.

Lina setuju dengan rencana Bimo itu, “Oiya bener, ke kafe aja yuk, kita nongkrong sambil liat laut”.
“Yaudah ayok, tapi kowe ngerti kan dalane Bim? (kamu tau kan jalannya Bim?)” tanyaku.

“Ngerti, mau kan wes dikandani Mas Tobing. Pokokmen nggon orkes dangdut kawinan kae isih lurus (tau, tadi kan udah dikasih tau Mas Tobing, pokoknya dari orkes dangdut kawinan masih lurus aja)”

Kami bersepakat untuk duduk-duduk gembira di kafe Amore dan kemudian berjalan menuju kesana melewati orkes dangdut yang begitu riuh. Sebuah plang bertuliskan kafe Amore kami lihat di pinggir jalan. Amore yang sejatinya berartikan cinta atau sayang namun di plang tersebut malah bergambarkan lumba-lumba. Mungkinkah filosofi dari plang tersebut adalah bahwa lumba-lumba merupakan lambang kasih sayang paling murni di dunia ini? Ah, tak penting. Kami hanya ingin merasakan suasana kafe saja. Masuklah kami ke kafe tesebut. Kafe yang cukup bagus, sebagian meja berada didalam ruangan dan sebagian lagi diluar yang berbatasan dengan dinding penahan gerusan air laut (pantai aja bisa kegerus, apalagi *plrllp*). Tentu kami memilih diluar karena bisa langsung berinteraksi dengan udara dan pemandangan pantai. Aku dan Bimo berinisiatif mengambil menu, yang lain mencari tempat duduk.

Outdoor Seating Cafe
Bimo kemudian bertanya ke waiter café dan sebuah pernyataan dari waiter tersebut mengagetkan kami!!

Apa isi pernyataan itu?

Nantikan kisah lanjutannya (jika dirasa masih membikin penasaran para pembaca yang budiman) di “Menghisap Energi Gradasi Biru Karimun Jawa part 2”. 

Suwun.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS