Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

"Bersyukur"

Pagi ini, saat para ahli agama dan pemeriah surau-surau di seantero Jakarta sedang bersuci dengan air yang cukup membuat mereka menggigil, aku terbangun dengan suara nyanyian panggilan dan ajakan yang sayup-sayup terdengar. Aku terduduk dari rebahanku untuk mengembalikan jiwa dan pikiranku setelah puas menjelajahi dunia mimpi. Segera setelah itu aku basuh muka ku yang penuh minyak dengan air pagi diikuti dengan anggota badan yang lain. Dan kemudian kulakukan apa yang harus kulakukan, tentunya Untuk Sembahanku, Tuhan Sang pemilik segala Maha.

Suasana belia pagi memang sangat nyaman bagiku. Aku merasakan energiku yang meluap-luap dengan perasaan hati yang bahagia seakan aku sedang berbunga-bunga karena sebuah cinta. Mungkin inilah waktu-waktu dimana otakku sedang genca-gencarnya melepaskan hormon dopamin, seperti Ibu gembala yang melepaskan ribuan gembalanya ke padang rumput luas. Disaat inilah biasanya aku menggebu-gebu ingin menulis atau membaca sesuatu. Maka, tidur setelah bersembahyang pagi kuanggap sebagai pembunuh energi. Agak hiperbolik memang.

Buku yang sedang aku baca pagi ini memang buku yang aku idam-idamkan sejak lama. Sebuah maha karya Pramoedya yang legendaris itu. Namun sebelum memulai membaca sambungan bacaanku semalam aku sempatkan untuk membaca berita-berita ter-update pagi ini via salah satu linimassa bernama twitter. Biasanya memang akan banyak kicauan-kicauan yang berisi headline dari sebuah penyedia berita online dari berbagai peristiwa semalam atau kemarinnya.

Aku scroll ke bawah aplikasi twitter di smartphoneku dan kudapati sebuah kicauan yang menarik, nyeleneh, dan mungkin sedikit asal njeplak. Kicauan itu bukanlah dari seseorang yang aku follow melainkan re-twittan dari seorang teman yang aku follow. Kira-kira begini isi kicauannya :

“Jika Thomas Alfa Edisson selalu bersyukur mungkin dunia sekarang masih diliputi kegelapan”

Aku tersenyum geli memembacanya dan kemudian memaklumi tentang bagaimana ia mendifinisikan kata “bersyukur”. Mungkin ia menganggap bahwa bersyukur itu adalah berpuas diri dengan apa yang telah dicapai dan kemudian tak melakukan perjuangan lagi untuk mendapatkan apa yang dicita-citakan. Barangkali itu yang ia yakini hingga mampu men-statement-kan sebuah quote di ruang publik. Memang tak masalah ia mau berpendapat apapun tentang suatu hal, tapi mbok ya lebih baik dipikir dan ditelaah dulu apa yang ingin diungkapkan, ini berlaku juga buat aku sendiri.

“Bersyukur” menurut pandanganku adalah sebuah ungkapan rasa terima kasih. Berterima kasih atas apapun yang telah didapatkan saat itu, tentunya bukan kemudian menghentikan langkah meraih harapan dan cita. Justru bersyukur harusnya menjadi acuan bahwa hari esok harus lebih baik dari sekarang. Berjuang, Ikhtiar dan tawakal selalu bertumbuh dan bertumbuh setiap harinya.
Setelah aku kaji dalam kamus besar bahasa Indonesia, arti bersyukur adalah rasa berterima kasih (kepada Tuhan) sedangkan menurut etimologi syukur berasal dari kata syukuran yang berarti mengingat akan segala nikmat-Nya. Menurut bahasa adalah suatu sifat yang penuh kebaikan dan rasa menghormati serta mengagungkan atas segala nikmat-Nya, baik diekspresikan dengan lisan, dimantapkan dengan hati maupun dilaksanakan melalui perbuatan.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa syukur menurut istilah adalah bersykur dan berterima kasih kepada Allah, lega, senang dan menyebut nikmat yang diberikan kepadanya dimana rasa senang, lega itu terwujud pada lisan, hati maupun perbuatan.

Nhah, sudah jelas arti bersyukur itu berterima kasih atas nikmat. Jadi bukan berarti berpuas diri. Coba bayangkan sendiri jika definisi bersyukur itu sesuai dengan definisi bersyukur menurut orang yang berkicau tadi. Kanjeng Nabi Mohammad SAW yang selalu bersyukur kepada Tuhan apakah akan membuat jumlah muslim di dunia ini begitu besar seperti sekarang ini? Dan apakah walisongo -- yang tentunya juga selalu bersyukur -- akan berhasil dengan misi-misinya yang bisa kita lihat sekarang ini?

Jadi tak ada yang salah dengan selalu beryukur walaupun kita merasakan hal yang menyakitkan sekalipun.

Akupun lalu lanjut membaca novelnya Pram dengan khusyuk walau sesekali masih teringat kicauan nyeleneh itu.





  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar